Kebahagiaan

Mari kita mulai dengan sebuah kutipan, “Bahagia itu sederhana.” Lalu saya akan lanjutkan kutipan ini, “Kalau bahagia itu sederhana, maka kesederhanaan itu tidak sederhana.” Keren kan? Sekali-sekali kita bicara filosofis.
Semua orang bisa bahagia naik mobil mewah sekelas Ferrari, tapi yg bahagia dengan naik sepeda, hanya orang-orang tertentu. Semua orang bisa bahagia punya makanan berlimpah, tapi hanya penyanyi dangdut sekelas Hamdan Att – maafkan untuk referensi saya – yang bisa bahagia makan sepiring berdua. Semua bisa bahagia kalau dapat pacar Luna Maya, tapi saya yakin perjuanganmu luar biasa untuk tetap bahagia dengan pacar yang sekarang. Bercanda!
Di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia sekarang sudah (mulai) macet. Ini karena pertumbuhan kendaraan dan ruas jalan yang tidak berimbang. Orang sudah punya mobil, sehingga sekarang di Jakarta – khususnya – dicanangkan sebuah gerakan untuk memakai sepeda dalam kegiatan sehari-hari – BIKE TO WORK. Lalu apakah orang-orang ini bahagia dengan gerakan BIKE TO WORK ini? Bukan menghakimi, mereka bisa bahagia karena mereka sudah bisa beli mobil. Saya nggak terlalu yakin mereka ini bahagia kalau dia hanya mampu beli sepeda. Ikut gerakan BIKE TO WORK ya menjadi biasa-biasa saja, karena memang yang terbeli hanya sepeda.
Beberapa orang mungkin akan berpikir, terang saja orang-orang tertentu jadi pelopor gerakan ini. Kamu adalah orang dari kecil sudah kaya, sampai kuliah diantar jemput mobil papa, lalu kerja, lalu beli mobil, sampai umur 30 tahun pakai mobil, dan kamu sekarang ikut BIKE TO WORK, kamu ngajak saya? Ehh, sebentar, ini kredit Avanza saya baru di-approve. Bercanda ahh, tapi mungkin saja benar.
Kebahagiaan sering bias dengan kepuasan, dan kepuasan manusia itu tidak ada batasnya. Sehingga apabila patokan sebuah kebahagiaan itu adalah kepuasan, maka ada kemungkinan seseorang tidak akan pernah bahagia seumur hidupnya. Kasihan.
Ambil contoh soal pacaran saja. Kalau sudah puas dengan pegangan tangan maka tahap berikutnya akan ke cium pipi, lalu cium bibir, cium mulut, dan akhirnya sexual intercourse. Hal ini nggak mungkin bisa dibalik. Kalau hari pertama kenal udah sexual intercourse nggak mungkin besoknya cuman pegangan tangan.
“Sini aku pegang tangan kamu…”
“Apaan sih pegang-pegang….”
Jadi kalau pacaran sudah bahagia dengan pegangan tangan, stay in that area as long as possible.
Kebahagiaan adalah sesuatu yang tidak bisa diukur. Itu sebabnya seseorang dengan mudahnya meng-claim bahwa dirinya bahagia. Kecantikan masih bisa diukur, setidaknya ada kontes kecantikan. Kecerdasan masih bisa diukur, ada satuan IQ salah satunya. Kekayaan, mudah sekali, berapa total aset yang kamu miliki. Tapi kebahagiaan tidak bisa diukur, sehingga dengan mudah dapat di-claim.
“Dasar kamu, sudah jelek, bodoh, miskin lagi!!!”
“Yang penting aku bahagia.”
Perdebatan apapun akan langsung mencapai titik end of discussion.
Bahkan tanda-tanda bahagia pun sulit dibedakan. Manusia kan pandai bersandiwara. Manusia bisa tersenyum walau sedang sedih. Beda dengan anjing, yang mimik mukanya terbatas, manusia punya banyak pilihan mimik muka yang bisa dipilih sesuai kebutuhan. Apabila seseorang menangis, apakah sudah pasti tidak bahagia? Bahkan ketika seorang perempuan menangis ada tiga alasannya: pertama karena sedih, tapi yang kedua bisa juga karena bahagia, dan alasan terakhir adalah karena ingin menang saja saat berantem. Kalau perempuan sudah begini mendingan laki-laki pakai jurus, “Sudah, aku yang salah…” Walaupun tidak tahu letak salahnya di mana, yang penting nangisnya selesai tuh perempuan.
Faktor ekonomi sering sekali dikait-kaitkan dengan kebahagiaan. Wajar, karena bila diselidiki banyak hal di dunia ini latar belakangnya adalah faktor ekonomi. Kenapa perempuan cantik itu jual mahal, bukan karena cantik semata, tapi karena mereka sadar populasi mereka sedikit. Hukum supply and demand berlaku. Permintaan banyak, supply terbatas, harga naik. Kalau yang jelek yang sedikit, pasti yang jelek yang jual mahal.
“Sayang kamu kok jual mahal?”
“Aku kan jelek!”
Perempuan cantik dengan alasan kesopanan sering menolak laki-laki yang mengajaknya masuk ke hubungan pacaran. Jenis hubungan “adek-kakak” adalah paling sering digunakan untuk penolakan halus ini. Tapi lama-lama mungkin ada juga perempuan-perempuan cantik yang kreatif, mereka menawarkan jenis hubungan baru. Bukan “adek-kakak” apalagi pacaran, tapi jenis hubungan KDJA. “Kita jalanin dulu aja.” Ini jelas bikin laki-laki bingung dan jauh dari sekali dari kata bahagia tadi. Jenis hubungan “Kita jalanin dulu aja.” sangat menyiksa.
Kebahagiaan apakah berdasar kepuasan? Karena kepuasaan itu hubungannya dengan selera. Sedangkan kebanyakan pasangan itu lebih kepada faktor pilihan, bukan selera. Kalau ditanya selera, semua laki-laki tentunya berselera pada Luna Maya – yah nama dia lagi disebut. Coba tanya pasanganmu, “Sayang sebenarnya kalau boleh ganti, kamu mau nggak?” Maka jawabannya, kalau tidak dalam tekanan tentunya, “Kalau boleh jujur aku sayang sama kamu, tapi casingnya boleh diganti nggak?”
Semua berdasarkan pilihan bukan selera. Seandainya di dunia bersisa dua orang. Saya laki-laki dan ceweknya katakanlah Mpok Nori, saya tentu tidak punya pilihan. Saya akan bilang sama Mpok Nori
“Mpok Nori maukah kau jadi pacar aku?”
“Kite jalanin dulu ajeee yee…”
Apakah kamu sudah bahagia? Membaca artikel ini jangan tambah bingung. “Kita jalanin dulu aja…”

3 komentar:

Unknown said...

Iizin nyimak dulugan!

Oprekandromak said...

membuat ku bahagia selalu gann :)

Oprekandromak said...

back nya gan diiiiiihttp://oprekandromax.blogspot.com/

 

© Copyright Alam Perwira | Born to Glory Template Created By : Alam Perwira and original template by Denzdii | Powered By : Blogger